Xiaomi bukan siapa-siapa. Xiaomi bukanlah merek Internasional yang dikenal di seluruh dunia. Namun hanya butuh waktu dua tahun bagi Xiaomi untuk bisa menjadi seperti sekarang, sebuah “brand” yang menjadi magnet bagi para pecinta gadget.
Xiaomi bahkan menduduki peringkat keempat produsen smartphone terbesar di dunia di bawah Apple, Samsung, dan Lenovo. Prestasi tersebut tidak diraih dengan mudah. Xiaomi menggunakan cara-cara yang tidak dilakukan oleh para pesaingnya. Apa saja?
Ada tangan-tangan berpengalaman
Kunci utama sebuah perusahaan tentu ada pada pemimpinnya. Begitu pun Xiaomi yang dengan berani merekrut orang-orang penting yang memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing. Xiaomi menempatkan orang-orang penting tersebut sebagai perwakilan di beberapa negara tertentu yang dinilai potensial, salah satunya India.
Namun yang paling fenomenal tentu saja Hugo Barra, pria asal Brasil yang sempat menjadi eksekutif di Google selama lima tahun. Dengan pengalaman yang dijalaninya di Google, Hugo Barra tentu tahu betul bagaimana membuat dan memasarkan perangkat Android.
Untung tipis, produk berkualitas
Xiaomi tidak mengambil untung banyak saat merintis karir dalam berjualan perangkat Android. Meski begitu bukan berarti Xiaomi membuat produk dengan asal-asalan. Xiaomi tetap menciptakan produk berkualitas semampu yang mereka bisa dan menjualnya dengan harga terjangkau. Meski keuntungannya (laba) tipis, Xiaomi berhasil mendapatkan keuntungan lain yang lebih besar: produknya perlahan mulai dipercaya.
Media sosial sebagai alat promosi gratis
Kala itu, media sosial seperti Facebook dan Twitter belum menerapkan sistem monetise seketat seperti sekarang ini. Karenanya, Xiaomi memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi gratis ketimbang beriklan. Hal ini terbukti efektif dengan efek berantai dari mulut ke mulut (viral) sehingga Xiaomi menjadi lebih dikenal. Selain itu, Xiaomi juga bisa mengalihkan bujet iklan untuk kebutuhan lainnya.
Tidak ada toko fisik
Dimana Anda bisa membeli smartphone Xiaomi? Pastinya bukan di toko fisik. Ya, Xiaomi pada awalnya memang tidak memiliki toko fisik miliknya sendiri. Xiaomi lebih memilih menjualnya dengan sistem distribusi online yang lebih hemat biaya. Bahkan, hal ini juga terjadi pada penjualan flash sale Xiaomi Redmi 1S tahun lalu di Indonesia. Setelah berhasil meraih keuntungan besar, Xiaomi akhirnya mulai membuka toko fisik di negara asalnya dan menyusul di negara lainnya.
Kardus kokoh
Pilihan menggunakan jalur distribusi online yang dilakukan oleh Xiaomi diperhitungkan dengan begitu matang. Untuk menghindari kerusakan saat proses pengiriman, Xiaomi merancang packaging smartphone-nya dengan bahan yang kuat. Xiaomi menggunakan material kardus kokoh yang bahkan tidak rusak ketika diinjak dengan bobot berat.
MIUI dan komunitas
Mau cepat besar? Gandeng komunitas! Cara inilah yang juga dilakukan oleh Xiaomi dengan menggandeng komunitas yang berisi orang-orang “geek” di dalamnya dengan keahlian masing-masing. Bersama komunitas tersebut, Xiaomi merancang ROM MIUI yang hingga kini banyak digemari. Sebagai tanda balas jasa, orang-orang yang berperan besar terhadap pengembangan MIUI akan dipampang namanya di dalam menu About dari ROM MIUI.
Kesimpulan
Dengan strategi yang sudah dibeberkan di atas, Xiaomi sukses membayangi produsen gagdet raksasa seperti Apple dan Samsung hanya dalam waktu dua tahun. Xiaomi berhasil menjual 7,2 juta smartphone di tahun 2012 dan meningkat menjadi 18,7 juta smartphone di tahun 2013. Apakah Anda salah satu pengguna Xiaomi? Apakah Anda puas dengan produk ciptaan Xiaomi?
Bacaan menarik
- Beli yang Mana, vivo S1 Pro atau realme 5s?
- 6 Hal yang Patut Kalian Tahu Sebelum Beli ASUS ZenFone 6
- Punya SoC Sama, Pilih Redmi Note 8, realme 5 atau OPPO A9 2020?
- 1 Tahun di Indonesia, realme Gelontorkan 10 Seri Smartphone
- 10 Ponsel yang Punya Kamera Belakang Terbaik Versi DxOMark
- Rp3 Jutaan, Pilih Samsung Galaxy A30s, realme 5 Pro atau OPPO A9 2020?