Kami masih ingat betul, pada awal kedatangannya di Indonesia, OPPO yang sebelumnya tidak dikenal sama sekali langsung mendapat cibiran. Merek OPPO sering diplesetkan dengan kata “opo” dalam bahasa Jawa.
Tapi tiga tahun berselang, OPPO menjelma jadi raksasa di industri smartphone. Tidak hanya di negara asalnya dan di tanah air, tapi secara global. OPPO saat ini menduduki peringkat keempat daftar smartphone terlaris dunia untuk periode Q4 2016 hingga Q1 2017.
Selain OPPO, produsen lain yang juga patut mendapat perhatian khusus adalah Vivo. Brand yang katanya masih satu induk dengan OPPO ini tiba-tiba juga merangsek menempel OPPO menjadi produsen smartphone terlaris kelima di dunia.
Marketing agresif
Kesuksesan besar yang diraih OPPO dan Vivo tak lepas dari marketing unik nan agresif yang mereka lakukan. Di Indonesia, OPPO lebih dulu eksis dengan berpromosi jor-joran. OPPO tercatat sebagai produsen smartphone yang paling aktif beriklan di TV nasional selama tahun 2016.
Bukan cuma itu, OPPO memiliki cakupan “wilayah jajahan” yang luas di pelosok Indonesia. Belum lagi gerilya offline yang dilakukan di toko-toko tradisional. Maka jangan heran bila kita melihat banner OPPO bertebaran di beberapa pusat elektronik di kota besar maupun kecil.
Bahkan OPPO juga berhasil menciptakan tren “berjualan” publik figur. Sederet nama tenar mulai dari Robby Purba, Ayu Ting Ting, Chelsea Olivia, Laudya Cinthya Bella, Rio Haryanto, Isyana Sarasvati, Raisa Andriana, Chelsea Islan, hingga Reza Rahadian sukses mereka boyong sebagai ambassador.
Langkah ini pun turut dilakukan oleh Vivo. Melalui lini produk terbarunya, V5 series, Vivo memboyong beberapa nama beken seperti Agnez Mo, Afgansyah Reza, Pevita Pearce, Zaskia Sungkar, Shireen Sungkar, Prilly Latuconsina, dan sederet buzzer kenamaan lainnya. Maka tidak heran jika nama OPPO dan Vivo langsung terngiang di telinga dan hati masyarakat.
Mengapa banyak yang membenci?
Dengan segala kesuksesan yang sudah diraih, nyatanya OPPO dan Vivo memiliki cukup banyak haters. Hal ini tidak bisa dimungkiri lagi. Seringkali ketika kami membuat artikel maupun video terkait produk OPPO dan Vivo, banyak komentar miring bernada negatif yang dilontarkan netizen. Mengapa demikian?
Usut punya usut, marketing agresif tadi lah yang jadi penyebabnya. Sebagian besar komentar netizen menyiratkan kalau mereka merasa risih dengan marketing agresif yang dilakukan kedua brand ini. Contohnya ketika mengunjungi toko smartphone, mereka mengklaim seringkali dibujuk oleh para promotor untuk membeli perangkat OPPO dan Vivo.
Bahkan tak jarang sang promotor seolah melakukan black campaign dengan menjelek-jelekkan produk lain. Kami pun pernah mencoba langsung saat mengunjungi toko smartphone di mall maupun ITC. Dan memang benar ada kejadian seperti ini. Tapi perlu dicatat, tidak semua promotor berlaku demikian karena ada promotor yang tetap objektif.
Bisa jadi karena ada uang insentif yang besar, ada sebagian promotor yang kelewat semangat berjualan sehingga menghalalkan segala cara. Tapi secara pribadi, kami tidak menganggap hal ini sepenuhnya sebagai sebuah kesalahan. Hal yang sama pun sering dilakukan di bidang lain. Seperti ketika menawarkan MLM, asuransi, kartu kredit, atau mobil. Bagaimana pun kita dirayu, keputusan akhir tetap ada di tangan kita.
Alasan lain yang menimbulkan kebencian adalah mahalnya harga smartphone OPPO atau Vivo. Bila dibandingkan dengan merek smartphone asal Cina lainnya, harga smartphone OPPO dan Vivo terlampau mahal, padahal spesifikasinya dianggap biasa saja. Hal ini memang benar adanya. Bisa jadi mahalnya harga yang dipatok disebabkan besarnya biaya promosi maupun pembangunan pabrik dan eksosistem di Indonesia.
Karenanya tidak heran mayoritas merek smartphone yang punya pabrik resmi di Indonesia bakal menjual perangkat buatannya sedikit lebih mahal. Ada biaya tambahan yang harus ditanggung, termasuk investasi pembangunan pabrik, perekrutan tenaga kerja, dan biaya lainnya.
Bagaimana menanggapinya?
Pada akhirnya kita terpaksa prihatin dengan kondisi per-gadget-an di tanah air. Karena kalau dibiarkan terus-menerus, bukan tidak mungkin bakal timbul perpecahan dan kebencian dari hal sepele bernama gadget. Jangan sampai perbedaan merek gadget menimbulkan permusuhan di antara sesama.
Karenanya, semua pihak harus rela berbesar hati untuk mau berubah menjadi lebih baik. Apapun brand-nya, OPPO, Vivo, maupun yang lainnya yang menggunakan strategi marketing sejenis harus menerapkan persaingan sehat melalui para promotornya.
Kita pun sebagai konsumen harus terbuka melihat adanya persaingan yang memang wajar terjadi. Karena dengan adanya persaingan, kita juga yang pada akhirnya akan diuntungkan. Berpikir dan bertindaklah dengan kalem dan bijak. Beli produknya jika suka, dan jangan membenci atau menghina jika tidak suka.
Dan perlu diingat, seksinya pasar Indonesia di mata dunia bakal berdampak pada makin banyaknya merek gadget yang hadir dengan beragam trik dan strategi marketing berbeda-beda. Jika Indonesia belum bisa menciptakan perangkat yang membanggakan di mata internasional, maka setidaknya kita bisa berlaku bijak meski hanya sebagai pengguna.
Bacaan menarik
- Beli yang Mana, vivo S1 Pro atau realme 5s?
- 6 Hal yang Patut Kalian Tahu Sebelum Beli ASUS ZenFone 6
- Punya SoC Sama, Pilih Redmi Note 8, realme 5 atau OPPO A9 2020?
- 1 Tahun di Indonesia, realme Gelontorkan 10 Seri Smartphone
- 10 Ponsel yang Punya Kamera Belakang Terbaik Versi DxOMark
- Rp3 Jutaan, Pilih Samsung Galaxy A30s, realme 5 Pro atau OPPO A9 2020?