Para eksekutif BSA dan pejabat-pejabat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) merencanakan kampanye komunikasi dan inspeksi yang lebih menyeluruh. Kolaborasi antara BSA dan DJKI ini akan menjangkau perusahaan-perusahaan di Indonesia yang masih menggunakan software ilegal.
Ya! Dalam kampanye ini BSA menawarkan dukungan untuk melakukan transisi ke software legal sebelum inspeksi dilakukan oleh DJKI. BSA juga mengatakan bahwa perusahaan yang mengaku menggunakan software legal harus dapat menyediakan bukti untuk menghindari masalah hukum.
Nantinya, perusahaan-perusahaan yang tidak patuh dapat dikenakan sanksi hingga Rp1 miliar dalam bentuk denda pemerintah, biaya legal dan sanksi-sanksi akibat penggunaan software ilegal, yang termasuk dalam pelanggaran undang-undang hak cipta di Indonesia.
Seperti dikatakan oleh Tarun Sawney, Direktur Senior, BSA bahwa sejumlah perusahaan tidak dapat bersaing dalam perekonoman saat ini jika masih menggunakan software ilegal. Perlu diketahui bahwa software ilegal yang digunakan bakal menimbulkan risiko hukum, siber dan reputasi.
“Kami di sini hadir untuk membantu perusahaan-perusahaan melakukan transisi ke software legal. Para pemimpin bisnis juga harus secara proaktif menangani masalah penggunaan software ilegal di dalam perusahaan mereka karena bisa berdampak negatif dan potensi kerugiannya terlalu besar untuk diabaikan,” jelas Tarun.
Menurut BSA, banyak perusahaan di Indonesia selama 6 bulan terakhir gagal beralih ke software legal, sehingga membuka lebar kemungkinan serangan malware dan mempertaruhkan reputasi mereka. Malware dari software yang tidak berlisensi menimbulkan kerugian perusahaan secara global mencapai US$ 359 miliar per tahun.
Untuk mengubah sikap lalai para pemimpin bisnis Indonesia tentang software ilegal, BSA mengatakan bahwa para investor, pejabat pemerintah, dan pendukung perlindungan konsumen harus menyerukan kepada perusahaan-perusahaan untuk sepenuhnya menghentikan penggunaan perangkat lunak ilegal.
“Dengan menggunakan software ilegal, perusahaan-perusahaan di Indonesia menciptakan celah untuk serangan malware yang mencuri data konsumen, meretas database e-commerce dan menyedot uang dan data dari akun konsumen,” kata Tarun.
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia tertinggal, baik dalam alih software legal, maupun keamanan siber. Sementara, beberapa perusahaan di Filipina, Thailand dan Vietnam mencatat tingkat alih software legal yang jauh lebih tinggi selama kampanye.
Komponen utama dari kampanye BSA adalah untuk membantu para pemimpin bisnis memahami risiko hukum, reputasi, dan keamanan siber yang diperburuk oleh penggunaan software ilegal, yang tidak menerima pembaruan keamanan yang disediakan oleh perangkat lunak legal.
BSA juga menekankan manfaat bisnis yang diperoleh dari penggunaan software legal, yaitu lebih produktif, lebih aman dan terkait dengan profitabilitas bisnis yang lebih baik. Ketika perusahaan mengambil langkah-langkah pragmatis untuk memperbaiki manajemen perangkat lunaknya, mereka dapat meningkatkan keuntungan hingga 11 persen.
Bacaan menarik
- Beli yang Mana, vivo S1 Pro atau realme 5s?
- 6 Hal yang Patut Kalian Tahu Sebelum Beli ASUS ZenFone 6
- Punya SoC Sama, Pilih Redmi Note 8, realme 5 atau OPPO A9 2020?
- 1 Tahun di Indonesia, realme Gelontorkan 10 Seri Smartphone
- 10 Ponsel yang Punya Kamera Belakang Terbaik Versi DxOMark
- Rp3 Jutaan, Pilih Samsung Galaxy A30s, realme 5 Pro atau OPPO A9 2020?