Kita sudah memasuki bulan terakhir di tahun 2022. Ya! Kita akan segera memasuki tahun baru, 2023. Tak sedikit yang mengatakan bahwa pada tahun 2023 diprediksi akan ada “resesi global”, yang membuat sejumlah negara mulai mengantisipasi, tak terkecuali Indonesia.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 ini masih baik, tentunya tak sedikit yang mengatakan bahwa Indonesia harus tetap waspada dan berhati-hati. Hal ini pun rupanya juga memancing sejumlah industri, tak terkecuali industri digital untuk punya strategi jitu.
Seperti dikatakan oleh Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto di sela-sela diskusi online akhir tahun yang mengangkat tema “Strategi Industri Digital Indonesia Hadapi Resesi Global” bahwa tantangan krisis ekonomi global masih akan ada di tahun 2023 nanti.
“Perang antara Rusia dan Ukrania yang tak berkesudahan, konflik geo-ekonomi negara adikuasa hingga persoalan supply and demand yang pada akhirnya menimbulkan tekanan pada perekonomian dunia. Hal ini juga tentunya berdampak pada industri digital,” ujar Doni.
Ditambahkan oleh Doni bahwa perekonomian Indonesia lebih dari 50% ditopang konsumsi rumah tangga. Ini menjadikan sektor telekomunikasi masih diuntungkan pada tahun depan. Pasalnya, konektivitas dan layanan digital sudah menjadi kebutuhan pokok masayarakat Indoenesia.
Doni juga mengatakan bahwa jika melihat kinerja dari sektor telekomunikasi selama 9 bulan pertama di tahun 2022, pada tahun depan diperkirakan bahwa sektor ini bisa tumbuh dikisaran 4% hingga 5%. Karenanya, layanan data yang menopang industri digital masih menjanjikan.
“Meski begitu, yang menjadi tantangan bagi penyedia layanan telekomunikasi adalah kebutuhan belanja modal yang tinggi karena harus investasi untuk jaringan, terutama 5G. Apalagi tahun depan akan dibuka lelang frekuensi pasca Analog Switch Off (ASO), tentu ini butuh modal besar,” kata Doni.
Doni yang berbicara panjang lebar di acara webinar HUT IndoTelko ke-11 pada 30 November 2022 ini juga menyebutkan bahwa pertumbuhan yang masih dirasakan sektor telekomunikasi akan berdampak positif ke industri pendukung seperti penyedia menara (BTS) ataupun pemain aplikasi.
“Pada tahun 2023 nanti, kita masih akan lebih banyak bicara digitalisasi di Indonesia. Namun, bagaimana agar Indonesia bisa menjadi pusat perhatian dunia dalam hal digitalisasi karena saat ini kita masih jadi pasar bukan pelaku utama digitalisasi,” ujarnya.
Antisipasi Sektor Telkomunikasi, Pemain Harus Lebih Piawai
Meski mengalami pertumbuhan, namun perjalanan industri digital yang disokong sektor telekomunikasi di Indonesia bukan tanpa rintangan. Tentunya yang paling dekat adalah pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia sejak awal tahun 2020.
Ya! Pandemi COVID-19 membawa dampak banyak perubahan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah pun memberlakukan pembatasan agar masyarakat lebih banyak dirumah, bekerja dan belajar dari rumah (bekerja/belajar secara online).
Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, pada tahun 2022, pandemi COVID-19 mulai melandai. Hal ini pun diakui oleh Hendri Mulya Syam, Direktur Utama Telkomsel. Ia mengatakan bahwa melandainya pandemi COVID-19 memberikan harapan semua industri untuk bangkit di tahun ini.
“Meski di tahun ini pemerintah Indonesia mulai memberi kelonggaran beraktivitas warganya karena pandemi COVID-19 yang mulai melandai, namun terdapat tantangan dari sisi geopolitik, inflasi dan kenaikan suku bunga pada tahun depan,” ujar Hendri.
Lalu, bagaimana Telkomsel menyiasati hal itu? Hendri menambahkan bahwa Telkomsel tak pernah berhenti untuk berinovasi. Salah satu inovasi yang terus digulirkan oleh Telkomsel adalah menghadirkan layanan bisnis yang sesuai kebutuhan masyarakat.
“Hal pertama dengan memperkuat core business Telkomsel sebagai penyedia layanan konektivitas digital terdepan seperti menghadirkan paket internet sesuai value yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu, Telkomsel juga merilis sejumlah aplikasi sebagai solusi efektif bagi masyarakat,” tambah Hendri.
Tak berbeda jauh, hal yang sama juga diutarakan oleh Dian Siswarini, CEO dan President Director XL Axiata. Ia meyakini bahwa pertumbuhan XL Axiata di tahun depan masih tetap positif. Pasalnya, di balik tantangan ekonomi 2023 masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk terus bertumbuh.
“Pada tahun 2023 XL Axiata akan fokus ketiga pilar utama. Pertama, akan fokus pada penawaran convergent sesuai dengan visi perusahaan yang menyasar segmen keluarga dan SME. Kedua, akan terus mengembangkan infrastruktur jaringan dan ketiga, fokus pada kepuasan pelanggan,” kata Dian.
Ditambahkan oleh Dian bahwa XL Axiata juga akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi guna mengefisiensi operasional dengan menggunakan AI dan analitik. Dengan begitu, solusi yang diberikan juga tepat sasaran sesuai yang konsumen butuhkan.
Sementara, hal tak berbeda juga ditegaskan oleh Vikram Sinha, President Director and Chief Executive Officer Indosat Ooredoo Hutchison (IOH). Ia mengatakan bahwa IOH berupaya sekuat tenaga mengembangkan layanan 5G di sejumlah kota untuk mendukung percepatan digitalisasi.
“Tentunya kami berpandangan bahwa yang sangat penting adalah soal literasi digital. Hal ini agar masyarakat Indonesia terutama kaum muda menggunakan teknologi secara positif. IOH juga turut mendukung UMKM di Tanah Air yang juga memiliki peran penting,” kata Vikram.
Untuk mendorong industri digital di Tanah Air terus tumbuh, IOH juga memiliki beberapa aktivitas yang terbilang sangat membantu. IOH punya ID Camp yang mempersiapkan talent digital untuk berkiprah secara global. Juga mendorong kiprah perempuan dalam pembangunan ekonomi nasional.
“Tentunya IOH siap berkolaborasi mendorong pertumbuhan digitalisasi di Indonesia agar bisa tumbuh ke arah positif di tahun 2023 nanti. Tak hanya itu, kami juga berharap dapat memberikan pengalaman terbaik bagi setiap warga Indonesia,” tambah Vikram.
Kata Kunci, Pentingnya Kolaborasi
Ya! Kolaborasi seperti yang ditegaskan oleh Vikram adalah “kata kunci” untuk menjadikan industri digital di Tanah Air bisa bertahan dari resesi global di tahun 2023 nanti. Hal ini pun disetujui oleh Rudiantara selaku Ketua Umum Indonesia Fintech Society.
“Industri telekomunikasi perlu melakukan kolaborasi dalam ekosistem ekonomi digital, di luar bisnis jaringan dan perangkat. Saat ini ada 230 juta pelanggan seluler di Indonesia. Hanya 150 juta orang yang punya nomor rekening. Artinya, masih banyak orang pakai smartphone, tetapi tidak punya akses keuangan,” ujar Rudiantara.
Seperti yang juga kita lihat bersama bahwa aplikasi tumbuh luar biasa, ekonomi digital paling tinggi ada di e-commerce. Tentunya, semua transaksi pasti menggunakan uang. Karena itu, fintech atau financial technology pertumbuhannya juga jauh di atas industri telekomunikasi.
Bahkan Rudiantara juga memperkirakan secara kasar bahwa satu pelanggan bisa 20 kali melakukan transaksi telkomunikasi, entah chatting dan sebagainya. Sementara, di perbankan sangat rendah karena untuk transaksi e-commerce satu orang hanya 2 – 3 kali sehari.
“Inilah peluang yang besar untuk pertumbuhan digital. Selama mindset bisnis tidak melulu di network saja tetapi aplikasi. Tanpa harus punya lisensi misal fintech karena regulasi sangat ketat, maka penyedia layanana telekomunikasi bisa kembangkan sektor digital dengan data-data tersebut,” kata Rudiantara.
Sementara, analis bursa saham Reza Priyambada juga mengungkapkan hal senada dengan Rudiantara. Dalam paparannya, pertumbuhan industri telekomunikasi memang tidak sekencang industri digital. Kinerja mereka sampai Q3 2022 pertumbuhannya single digit dari sisi pendapatan.
“Beberapa emiten alami penurunan pertumbuhan laba bersih. Bisa disimpulkan bahwa industri telekomunikasi masih tumbuh, tetapi lambat. Pada akhirnya perlu inovasi segar supaya kinerjanya lebih baik lagi sehingga value creation emiten telekomunikasi jadi pilihan pelaku pasar,” pungkas Reza.
Bacaan menarik
- Beli yang Mana, vivo S1 Pro atau realme 5s?
- 6 Hal yang Patut Kalian Tahu Sebelum Beli ASUS ZenFone 6
- Punya SoC Sama, Pilih Redmi Note 8, realme 5 atau OPPO A9 2020?
- 1 Tahun di Indonesia, realme Gelontorkan 10 Seri Smartphone
- 10 Ponsel yang Punya Kamera Belakang Terbaik Versi DxOMark
- Rp3 Jutaan, Pilih Samsung Galaxy A30s, realme 5 Pro atau OPPO A9 2020?