Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tengah menjadi bahan pembicaraan. Implementasi teknologi tersebut sebenarnya bukan baru terasa satu atau dua tahun belakangan, namun kemampuan AI kian membuat siapapun kagum hingga cemas karena anggapan bakal menggeser peran manusia.
Berlokasi di Indonesia Convention Center (ICE) di BSD City, Tangerang, Medcom.id menggelar acara diskusi panel ‘Tech Talk’ bertajuk ‘Artificial Intelligence dan Indonesia di Era Digital’ pada hari Minggu, 13 Agustus 2023. Acara ini digelar bersamaan dengan ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023.
Diskusi panel ini dihadiri oleh Laksana Tri Handoko Kepala Badan Riset dan Inovasi dan Nasional (BRIN), Agus Trisusanto VP Digitaliasi Kelistrikan Divisi Management Digital PLN, Defi Ariyami Head of Business Development Widya Wicara, dan Usman Kansong Dirjen Komunikasi Publik Kemenkominfo.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Medcom.id, Indra Maulana, dihadapan sejumlah media menyampaikan bahwa acara diskusi ini digelar bersamaan dengan Hari Kebangkutan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus.
“Kita kalia ini mendiskusikan sesuatu yang fenomenal dan sangat menarik di industri teknologi, yakni sebuah bagian dari transisi zaman yang akan berpengaruh ke depan. Artificial Intelligence dari manfaatnya sudah kita ketahui dan dengar serta rasakan,” ujar Indra.
Ditambahkan oleh Indra bahwa yang harus menjadi catatan juga adalah cara beradaptasi atau menyesuaikannya bahkan hingga dampaknya ke depan yang bisa menimbulkan problem. Ini jadi tantangan bagi kita, khususnya Indonesia untuk meregulasi perkembangan dan pemanfaatannya.
Sementara itu, Laksana mengatakan bahwa negara sebenarnya sudah sangat menyadari terhadap perkembangan teknologi Artificial Intelligence. Faktanya, pemerintah sudah merilis Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penyelenggaraan Kecerdasan Artifisial sejak tahun 2020.
“Kami sedang memproses Peraturan Presiden terkait strategi nasional untuk AI. Namun, kami tidak ingin hanya sekadar mengatur. AI hanya soal satu hal, yaitu bagaimana bisa memanfaatkan big data. Sekarang, kita harus mulai pikirkan bersama komunitas,” ucap Laksana.
Laksana juga menambahkan bahwa AI bukanlah tujuan akhir melainkan dipandang sebagai alat atau tools. Karena itu, AI harus bisa dimanfaatkan untuk membantu atau mempermudah kehidupan manusia termasuk menciptakan nilai tambah di ragam sektor yang ada.
Sementara itu, Agus Trisusanto membagikan contoh nyata dampak implementasi teknologi AI di sektor bisnis seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kemampuan AI tidak hanya untuk mentransformasi bisnis di era digital tapi juga meningkatkan kualitas layanan di sisi pengguna.
“Di operasional, teknologi AI bisa membantu kami dalam pekerjaan pembersihan sisa kerak dan debu pembakaran batubara di PLTU. Sebelum ada AI, kegiatan berupa penyemprotan air dilakukan sembarang, ini mubazir resource, tidak cuma air, tenaga, dan berbahaya,” tutur Agus.
Ditambahkan oleh Agus bahwa AI mampu melakukan analisis historical data kegiatan pembersihan (soot blower) sehingga bisa didapatkan parameter yang akurat untuk kegiatan ini. Tak hanya itu, AI juga bisa memberikan perhitungan berapa besar pasokan yang harus disediakan berdasarkan faktor tertentu.
“Misalnya, suatu periode pasokan listrik dan konsumsinya kurang akurat dengan prediksi manual kami. Saat itu rupanya sedang musim hujan sehingga rumah-rumah jarang menyalakan AC. Data dari Automatic Weather Station berisi prediksi cuaca justru menjadi salah satu data pendukung AI sehingga demand forecast bisa akurat,” jelas Agus.
Di tengah booming kemampuan AI seperti ChatGPT dan sejenisnya, rupanya startup lokal asal Yogyakarta bernama Widya Wicara juga mampu mengembangkan implementasi kemampuan AI yang sama hebatnya, bahkan lebih unggul karena lebih menguasai penggunaan Bahasa Indonesia.
“Fungsi teknologi AI itu sendiri secara general bisa melakukan prediksi, personalisasi pengalaman, hingga menciptakan layanan dari produk baru. Karena itu, kami di Widya Wicara memanfaatkan AI untuk mengembangkan kemampuan text-to-speech dan speech-to-text,” kata Defi.
Berdasarkan penjelasan fitur atau kemampuan AI yang dimanfaatkan oleh Widya Wicara yang dijelaskan Defi, semuanya menampilkan kehebatan sekelas ChatGPT dalam hal dua kemampuan tadi. Di sini kemampuannya dikemas lagi ke dalam fitur lain.
“Widya Wicara juga menawarkan akurasi tingkat tinggi dengan kemampuan respon yang sangat cepat. Kemampuan text-to-speech dihadirkan ke fitur seperti Virtual Voice Over, Widya Audio Widget, Widya Audio Book, hingga Virtual News Anchor,” ujar Defi.
Di sisi lain, melihat seluruh keunggulan dan manfaat implementasi yang ditawarkan AI dalam kehidupan sehari-hari termasuk sektor bisnis, Usman Kansong sepakat dengan BRIN bahwa implementasi AI bukan dibatas tapi harus sambil diawasi lewat kebijakan dan regulasi.
“Infrastruktur, SDM, dan regulasi adalah aspek pengembangan AI yang saling berkaitan, tidak boleh diabaikan salah satunya. Teknologi itu selalu berwajah ganda, membantu menyelesaikan persoalan tapi kadang-kadang juga merepotkan,” ungkap Usman.
Usman mencontohkan bahwa AI dan media sosial yang kemudian memicu kericuhan politik misalnya di Amerika Serikat saat masa Donald Trump, demikian juga di Indonesia pada beberapa momen. Akibatnya dua hal tersebut dianggap juga mempermudah produksi informasi hoaks.
“Ada anggapan bahwa teknologi misalnya AI kalau diatur-atur dulu malah menekan kreativitas, justru sekarang baru ramai-ramai diregulasi. Kebijakan ini diterapkan tanpa terlalu khawatir terhadap perkembangan teknologi, karena takutnya nanti menjauh padahal teknologi mempermudah kita,” pungkas Usman.
Bacaan menarik
- Beli yang Mana, vivo S1 Pro atau realme 5s?
- 6 Hal yang Patut Kalian Tahu Sebelum Beli ASUS ZenFone 6
- Punya SoC Sama, Pilih Redmi Note 8, realme 5 atau OPPO A9 2020?
- 1 Tahun di Indonesia, realme Gelontorkan 10 Seri Smartphone
- 10 Ponsel yang Punya Kamera Belakang Terbaik Versi DxOMark
- Rp3 Jutaan, Pilih Samsung Galaxy A30s, realme 5 Pro atau OPPO A9 2020?